Karangan
non ilmiah adalah karangan yang menyajikan fakta pribadi tentang pengetahuan dan pengalaman dalam kehidupan
sehari-hari, bersifat subyektif, tidak
didukung fakta umum, dan biasanya menggunakan gaya bahasa yang popular atau biasa digunakan (tidak
terlalu formal).
Ciri-ciri Karangan Non Ilmiah
Adapun
ciri-ciri karangan non ilmiah adalah sebagai berikut :
1. Emotif,
kemewahan dan perasaan lebih menonjol, tidak sistematis, lebih mencari
keuntungan dan minim informasi.
2. Bersifat
persuasif.
3. Deskriptif,
pendapat pribadi, sebagian imaginatif dan subjektif.
4. Penyajian
dibarengi dengan sejarah.
5. Ditulis
berdasarkan fakta pribadi.
6. Gaya
bahasa yang konotatif dan populer.
7. Tidak
memuat hipotesis.
8. Situasi
didramatisir.
Jenis-jenis karangan yang termasuk
dalam kategori karangan non ilmiah
Secara
umum, jenis-jenis karangan yang termasuk dalam karangan non ilmiah dapat
dibedakan sebagai berikut :
1. Dongeng
Merupakan
bentuk sastra lama yang bercerita tentang suatu kejadian yang luar biasa yang
penuh khayalan (fiksi) yang dianggap oleh masyarakat suatu hal yang tidak
benar-benar terjadi. Berfungsi untuk menyampaikan ajaran moral (mendidik), dan
juga menghibur.
2. Cerpen
Karangan
pendek yang berbentuk prosa.Dalam cerita pendek dikisahkan sepenggal kehidupan
tokoh yang penuh pertikaian, peristiwa yang mengharukan atau menyenangkan dan
mngandung kesan yang tidak mudah dilupakan.
3. Novel
Adalah
karangan prosa yang lebih panjang dari cerita pendek dan menceritakan kehidupan
seseorang dengan lebih mendalam dengan menggunakan bahasa sehari-hari serta
banyak membahas aspek kehidupan manusia.
4. Drama
Adalah
karya sastra yang ditulis dalam bentuk dialog dengan maksud dipertunjukkan oleh
aktor.
5. Roman
Adalah
sejenis karya sastra dalam bentuk prosa atau gancaran yang isinya melukiskan
perbuatan pelakunya menurut watak dan isi jiwa masing-masing.
Contoh
Karya Tulis Non Ilmiah
Ibu,
Aku Mencintaimu
Cerpen
Karangan: Fahrial Jauvan Tajwardhani
Lolos
moderasi pada: 18 April 2015
“Kaulah
ibuku cinta kasihku, terima kasihku takkan pernah terhenti, kau bagai matahari
yang selalu bersinar, sinari hidupku dengan kehangatanmu.”
Aku
tak sanggup lagi bersuara, lagu yang berjudul ‘Ibu’ benar-benar menghentikan
nafasku. Jantungku berdebar setelah selesai menyanyikan lagu ini. Juri hanya
tertunduk bisu tanpa kata. Ratusan penonton mengusap mata. Aku hanya tersenyum
dengan linangan air mata menatap mereka.
Berdiri
di hadapan ratusan orang, bermodalkan nama kecil dan tampang pas-pasan. Datang
dari kalangan asing yang direndahkan, di mimpi pun aku tak pernah mendambakan
kesempatan ini, karena terlalu tinggi inginku jika memimpikannya. Tapi, aku
menciptakannya, menciptakan kesempatan yang ku perjuangkan sendiri dengan
ambisi, hingga akhirnya aku berdiri di hadapan mereka. Di hadapan mereka yang
dulu pernah menertawakanku, mencaci maki dan memandangku sebelah mata, karena
profesiku sebagai seorang pengamen jalanan.
Atas
izin Allah, aku membuktikan pada mereka yang memandang rendah orang sepertiku.
Mata-mata itu lah yang menjadi bukti kekaguman mereka atas kelebihanku. Dari
mata itu keluar air mata yang meyakinkanku bahwa hari ini aku ada, bahwa hari
ini aku dilihat, bahwa hari ini aku menjadi bagian mereka yang dulu sempat
mengasingkanku.
Aku
kembali pada memori ingatan 3 tahun silam. Ibu membelai rambutku, menatapku
iba, seraya berkata “Jika dunia ini tidak memberimu kesempatan untuk bernyanyi,
atau ia tidak ingin mendengarmu bernyanyi. Maka ibu adalah satu-satunya orang
yang siap mendengarmu, mendengar suara indahmu,” ujarnya lembut padaku.
Perlahan
airmataku berlinang menatap wanita renta yang memangku ku penuh kehangatan.
Matanya yang sendu, dan senyumnya yang layu. Kian menggetarkan jiwaku yang
sedang pilu, karena tertusuk belati yang datang dari lidah mereka, orang-orang
kota.
Kembali
ibu membelai rambutku dengan penuh kemanjaan, seraya berkata “Bernyanyilah
untuk dirimu dan biarkan orang lain memberikan penilaian. Nikmatilah setiap
nada yang keluar dari mulutmu, karena ia adalah bagian dari hatimu. Sayangku,
jangan takut orang lain tidak mendengarkanmu bernyanyi. Percayalah, karena ibu
yang akan selalu mendengarkan suara indahmu.”
Kembali
mataku berbinar, wanita renta ini adalah kebanggaanku, harga diriku. Melihatnya
bersedih membuatku berambisi untuk mengejar mimpi, dan hatiku berjanji untuk
membeli lidah-lidah yang telah mengasingkanku dalam kehidupan ini.
Akhirnya,
pendengar terbaik yang pernah kumiliki meninggalkanku pergi, jauh sekali tanpa
pernah kembali. Mimpiku musnah seiring masuknya jasad wanita renta itu ke dalam
tanah. Semangat serta cita-citaku ikut tenggelam bersamanya. Yang tersisa
hanyalah ambisi untuk tetap membanggakannya. Karena ia ingin melihatku berdiri
di panggung besar dengan suara musik yang bervariasi dan penonton yang penuh
apresiasi.
Kembali
harus ku ulangi, dan yang tersisa hanyalah ambisi untuk tetap membanggakannya.
Membeli setiap airmatanya yang jatuh karena pernah memendam kecewa padaku. Pada
akhirnya, kebanggaan adalah pembayaran yang tepat untuk mengganti airmatanya.
Aku
terhanyut dalam lamun masa lalu. Tak lama aku tersentak kaget, karena sorak
sorai dan tepuk tangan yang meriah dari orang-orang yang berdiri berhadapan
denganku. Aku hanya tersenyum dengan linangan air mata menatap mereka. Lalu
memejamkan mata untuk melihatnya tersenyum di surga dan berkata “Ibu, aku
mencintaimu.”
http://cerpenmu.com/cerpen-sedih/ibu-aku-mencintaimu.html
https://www.academia.edu/8780962/Makalah_Karangan_Ilmiah_non_ilmiah_dan_ilmiah_populer
Tidak ada komentar:
Posting Komentar