Masalah dalam Masa Remaja
Oleh : Drs. Irsyad Das, M.Pd., Kons.
Pengertian
Masalah
Kata
“masalah” dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1995) berarti sesuatu yang harus
diselesaikan (dipecahkan). Masalah merupakan sesuatu yang menghambat,
merintangi, atau mempersulit seseorang mencapai maksud dan tujuan tertentu
(Winkel, 1985). Kondisi bermasalah dengan demikian mengganggu dan dapat
merugikan individu maupun lingkungannya. Prayitno (2004a:4) mengungkapkan
masalah seseorang dapat dicirikan sebagai “(1) sesuatu yang tidak disukai
adanya, (2) sesuatu yang ingin dihilangkan, dan/atau (3) sesuatu yang dapat
menghambat atau menimbulkan kerugian, ...”. Berdasarkan pengertian dan
ciri-ciri masalah tersebut dapat dirumuskan bahwa masalah pada diri individu
adalah suatu kondisi sulit yang memerlukan pengentasan dan apabila dibiarkan
akan merugikan.
Karakteristik
Masalah dalam Masa Remaja
Siswa SMA
berada dalam masa remaja (adolescence). Arti adolescence mencakup
kematangan mental, emosional, sosial, dan fisik (Hurlock, 1980:206). Masa
remaja ditandai oleh perubahan-perubahan psikologis dan fisik yang pesat.
Remaja telah meninggalkan masa anak-anak, tapi ia belum menjadi orang dewasa.
Remaja berada dalam masa peralihan atau transisi.
Remaja mengalami berbagai masalah sebagai akibat perubahan-perubahan itu dalam interaksinya dengan lingkungan. Sebagian masalah-masalah itu berkaitan dengan dinamika hubungan remaja dan orang tuanya, antara lain sebagai berikut:
Remaja mengalami berbagai masalah sebagai akibat perubahan-perubahan itu dalam interaksinya dengan lingkungan. Sebagian masalah-masalah itu berkaitan dengan dinamika hubungan remaja dan orang tuanya, antara lain sebagai berikut:
- Otonomi dan Kedekatan.
Santrock (1983:41) memandang bahwa
isu utama relasi orang tua dan remaja adalah masalah otonomi dan kedekatan (attachment).
Bahwa selain memasuki dunia yang terpisah dengan orang tua sebagai salah satu
tanda perkembangannya, remaja juga menuntut otonomi dari orang tuanya. Remaja
ingin memperlihatkan bahwa merekalah yang bertanggungjawab atas keberhasilan
dan kegagalan mereka, sebagian mereka menolak bantuan orang tua dan guru-guru
(Santrock, 1983:41; Hurlock, 1980:208). Otonomi terutama diraih melalui reaksi
orang-orang dewasa terhadap keinginan mereka untuk memperoleh kendali atas
dirinya. Orang tua yang bijaksana, dengan demikian, akan melepaskan kendali di
bidang-bidang di mana anak remajanya dapat mengambil keputusan yang masuk akal
sambil tetap terus membimbing.
Dalam meraih otonomi, menurut Santrock (1983:41), kedekatan dengan orang tua pada masa remaja dapat membantu pengembangan kompetensi sosial dan kesejahteraan sosial remaja, seperti harga diri, penyesuaian emosi, dan kesehatan fisik. Artinya, selama masa remaja keterkaitan dan kedekatan dengan orang tua sangat membantu pengembangan bidang pribadi dan sosial remaja. Dalam arti sebaliknya, kurangnya attachment akan menimbulkan masalah otonomi yang disertai akibat-akibat psikologis dan sosial negatif pada diri remaja.
Dalam meraih otonomi, menurut Santrock (1983:41), kedekatan dengan orang tua pada masa remaja dapat membantu pengembangan kompetensi sosial dan kesejahteraan sosial remaja, seperti harga diri, penyesuaian emosi, dan kesehatan fisik. Artinya, selama masa remaja keterkaitan dan kedekatan dengan orang tua sangat membantu pengembangan bidang pribadi dan sosial remaja. Dalam arti sebaliknya, kurangnya attachment akan menimbulkan masalah otonomi yang disertai akibat-akibat psikologis dan sosial negatif pada diri remaja.
- Keinginan Mandiri
Banyak remaja yang ingin mandiri.
Mereka berkeinginan mengatasi masalahnya sendiri. Meski begitu, jiwa para
remaja itu membutuhkan rasa aman yang diperoleh dari ketergantungan emosi pada
orang tua (Hurlock, 1980:209). Hal ini mengisyaratkan bahwa masalah-masalah
remaja yang disebabkan oleh kurangnya pengalaman, wawasan dan informasi tentang
tingkah laku yang seharusnya mereka ambil dapat diatasi dengan mudah, namun
masalah yang bersumber dari hubungan emosional dengan orang tua memerlukan
pengertian dan bantuan dari orang tua sendiri ataupun guru.
Kurang terpenuhinya kebutuhan rasa aman dari orang tua merupakan salah satu sumber masalah lemahnya kemandirian anak remaja. Masalah semacam ini dapat dientaskan dengan bantuan orang tua sehingga masalah-masalah yang lebih ringan dapat diselesaikan sendiri oleh sang anak.
Kurang terpenuhinya kebutuhan rasa aman dari orang tua merupakan salah satu sumber masalah lemahnya kemandirian anak remaja. Masalah semacam ini dapat dientaskan dengan bantuan orang tua sehingga masalah-masalah yang lebih ringan dapat diselesaikan sendiri oleh sang anak.
- Identitas Diri
Masa remaja adalah ketika seseorang
mulai ingin mengetahui siapa dan bagaimana dirinya serta hendak ke mana ia
menuju dalam kehidupannya. Teori terkemuka mengenai hal ini dikemukakan oleh
Erikson, yaitu identitas diri versus kebingungan peran yang merupakan salah
satu tahap dalam kehidupan individu (Hansen, Stevic and Warner, 1977:52).
Penelitian mengenai hubungan gaya pengasuhan orang tua dengan perkembangan
identitas menujukkan bahwa orang tua demokratis mempercepat pencapaian
identitas, orang tua otokratis menghambat pencapaian identitas, dan orang tua
permisif meningkatkan kebingungan identitas, sedangkan orang tua yang mendorong
remaja untuk mengembangkan sudut pandang sendiri, memberikan tindakan
memudahkan akan meningkatkan pencapaian identitas remaja (Santrock,
1983:58-59).
Tampak bahwa perkembangan identitas diri pada masa remaja sangat dipengaruhi oleh perlakuan orang tua. Penyelesaian masalah-masalah remaja yang berhubungan dengan pencarian identitas diri, secara demikian, memerlukan keterlibatan orang tua secara tepat dan efektif.
Tampak bahwa perkembangan identitas diri pada masa remaja sangat dipengaruhi oleh perlakuan orang tua. Penyelesaian masalah-masalah remaja yang berhubungan dengan pencarian identitas diri, secara demikian, memerlukan keterlibatan orang tua secara tepat dan efektif.
Kenakalan Remaja
Kenakalan remaja merupakan masalah
masa remaja yang ber-dimensi luas. Masalah ini mencakup berbagai tingkah laku
sejak dari tampilan tingkah laku yang tidak dapat diterima secara sosial hingga
tindakan kriminal. Karenanya, akibat-akibat kenakalan remaja dapat berhubungan
dengan persoalan sosial yang luas serta penegakan hukum. Apa pun akibatnya,
kenakalan remaja bersumber dari kondisi perkembangan remaja dalam interaksinya
dengan lingkungan. Menurut Santrock (1983:35) kenakalan remaja yang disebabkan
faktor orang tua antara lain adalah kegagalan memantau anak secara memadai, dan
pendisiplinan yang tidak efektif. Zakiah Daradjat (1995:59) mengungkapkan bahwa
penyimpangan sikap dan perilaku remaja ditimbulkan oleh berbagai kondisi yang
terjadi jauh sebelumnya, antara lain oleh kegoncangan emosi, frustrasi,
kehilangan rasa kasih sayang atau merasa dibenci, diremehkan, diancam, dihina,
yang semua itu menimbulkan perasaan negatif dan kemudian dapat diarahkan kepada
setiap orang yang berkuasa, tokoh masyarakat dan pemuka agama dengan meremehkan
nilai-nilai moral dan akhlak.
Pengentasan masalah siswa yang berhubungan dengan kenakalan remaja tidak hanya memerlukan perubahan insidental pada sikap dan perlakuan orang tua serta berbagai elemen dalam masyarakat, melainkan juga dengan pengungkapan dan pemahaman mendalam terhadap faktor-faktor timbulnya tingkah laku yang tidak dikehendaki itu. Artinya, diperlukan penelusuran terhadap kehidupan yang dilalui sebelumnya dengan pendekatan dan teknik bantuan profesional. Kehidupan remaja tersebut sebagian besarnya terkait dengan kehidupan dalam keluarga dan kondisi orang tua mereka.
Pengentasan masalah siswa yang berhubungan dengan kenakalan remaja tidak hanya memerlukan perubahan insidental pada sikap dan perlakuan orang tua serta berbagai elemen dalam masyarakat, melainkan juga dengan pengungkapan dan pemahaman mendalam terhadap faktor-faktor timbulnya tingkah laku yang tidak dikehendaki itu. Artinya, diperlukan penelusuran terhadap kehidupan yang dilalui sebelumnya dengan pendekatan dan teknik bantuan profesional. Kehidupan remaja tersebut sebagian besarnya terkait dengan kehidupan dalam keluarga dan kondisi orang tua mereka.
PUSTAKA
- Hurlock, Elzabeth. (terj. Istiwidayanti,1999). Psikologi Perkembangan Edisi kelima. Jakarta: Erlangga.
- Hansen, J.C., Stevic, R.R., Warner, R,W., 1977. Counselling Theory and Process. Boston: Allyn and Bacon.
- Prayitno. 2004a. Layanan Konseling Perorangan. Padang: Jurusan BK FIP UNP.
- Santrock, John W. 1983. Life-Span Development Perkembangan Masa Hidup. (terj. Achmad Chusairi dan Juda Damanik, 2002. Jakarta: Erlangga.
- WS Winkel. 1985. Bimbingan dan Konseling di Sekolah. Jakarta: Gramedia.
Opini :
Menurut
saya, artikel diatas sangat benar dan tepat karena sesuai dengan fakta yang ada
dalam masyarakat. Remaja memang akan
mengalami tahap-tahap perkembangan yang disebutkan di dalam artikel tersebut.
Remaja juga akan mendapat masalah-masalah dalam menjalani tahap-tahap tersebut.
Dan orang tua adalah pihak pertama yang dapat membantu, menolong, dan
mengontrol perkembangan anaknya yang sedang melewati tahap-tahap perkembangan
tersebut. Walaupun seorang remaja merasa bahwa ia dapat mengatasi masalahnya
sendiri, tetapi orangtua tetap harus memperhatikan keseharian anaknya agar anak
tersebut tidak terjerumus kedalam hal yang negative karena remaja adalah sosok
yang belum mengetahui jati dirinya dan masih sangat mudah terpengaruh dengan
lingkungan sekitarnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar